Xiaoao Jianghu adalah karya ketiga belas dari Jin Yong, dan merupakan salah satu cerita silat terbaik yang pernah ditulisnya, di samping Trilogi Rajawali yang melegenda. Kisah ini terbit pertama kali pada tahun 1967 dan mengalami beberapa kali revisi atau perbaikan.
Edisi pertama dari Xiaoao Jianghu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Gan KL dengan judul Balada Kaum Kelana, atau terkenal pula dengan nama Hina Kelana. Sementara itu untuk edisi yang telah mengalami revisi atau perbaikan, sejauh pengalaman, belum ada yang menerjemahkannya secara lengkap.
Melalui tulisan yang berjudul Menertawakan Dunia Persilatan ini, saya yang rendah memberanikan diri untuk menerjemahkan Xiaoao Jianghu edisi revisi ke dalam bahasa Indonesia. Dalam terjemahan ini nama-nama pelaku sengaja saya tulis dengan ejaan Mandarin, bukan Hokkian sebagaimana edisi pertama versi Gan KL. Selain itu saya juga berusaha menerapkan kaidah-kaidah baku dalam penulisan bahasa Indonesia, antara lain dengan mengurangi pemakaian kata-kata atau istilah asing, dan menggantinya menjadi kata-kata Indonesia asli, atau kata-kata serapan yang telah diindonesiakan.
Tentu saja saya menyadari terjemahan ini banyak mengandung kekurangan di sana-sini. Dengan menerjemahkan karya agung Jin Yong, saya telah memperlihatkan kebodohan diri sendiri. Semoga tidak ditertawakan oleh para sahabat sekalian.
Apa yang saya lakukan semata-mata dikarenakan oleh kekaguman saya kepada sang pujangga Jin Yong, terutama terhadap cerita silat yang satu ini. Semoga melalui tulisan ini saya bisa berbagi dengan para sahabat sekalian.
Melalui tulisan yang berjudul Menertawakan Dunia Persilatan ini, saya yang rendah memberanikan diri untuk menerjemahkan Xiaoao Jianghu edisi revisi ke dalam bahasa Indonesia. Dalam terjemahan ini nama-nama pelaku sengaja saya tulis dengan ejaan Mandarin, bukan Hokkian sebagaimana edisi pertama versi Gan KL. Selain itu saya juga berusaha menerapkan kaidah-kaidah baku dalam penulisan bahasa Indonesia, antara lain dengan mengurangi pemakaian kata-kata atau istilah asing, dan menggantinya menjadi kata-kata Indonesia asli, atau kata-kata serapan yang telah diindonesiakan.
Tentu saja saya menyadari terjemahan ini banyak mengandung kekurangan di sana-sini. Dengan menerjemahkan karya agung Jin Yong, saya telah memperlihatkan kebodohan diri sendiri. Semoga tidak ditertawakan oleh para sahabat sekalian.
Apa yang saya lakukan semata-mata dikarenakan oleh kekaguman saya kepada sang pujangga Jin Yong, terutama terhadap cerita silat yang satu ini. Semoga melalui tulisan ini saya bisa berbagi dengan para sahabat sekalian.
Terima kasih secara istimewa saya ucapkan kepada Gus Lurah Mustain dari Surabaya, yang telah memberi dukungan semangat sehingga karya ini bisa terselesaikan.
Selamat membaca : Bagian 1