Bagian 68 - Partai Lima Gunung Diresmikan

Dewa Ranting Persik ikut menyambung, “Dahulu ketika Biksuni Dingxian menyebut ‘keenam kesatria’, seketika Biksuni Dingjing dan Biksuni Dingyi teringat kepada kami, enam bersaudara. Serentak mereka pun bersorak setuju. Eh, apa yang dikatakan Biksuni Dingyi ketika itu, apakah kau masih ingat, Saudaraku?”
“Sudah tentu aku masih ingat,” sahut Dewa Buah Persik. “Di tengah sorak gembira ketiga tokoh itu, Biksuni Dingyi lantas berkata: ‘Enam Dewa Lembah Persik memang hanya selisih sedikit jika dibandingkan dengan Mahabiksu Fangzheng dari Biara Shaolin, juga masih lebih rendah kalau dibandingkan dengan Pendeta Chongxu dari Perguruan Wudang. Tapi dibandingkan dengan tokoh-tokoh Serikat Pedang Lima Gunung pada umumnya boleh dikata tiada seorang pun yang mampu menandingi mereka, betul tidak?’ – Biksuni Dingjing menjawab: ‘Kalau bicara tentang ilmu silat dan pengetahuan, sebenarnya Adik Dingxian masih di atas Enam Dewa Lembah Persik. Namun sayang, kita ini kaum wanita. Untuk menjadi ketua Partai Lima Gunung yang memimpin beribu-ribu pahlawan dan kesatria rasanya repot juga. Maka dari itu, memang yang paling tepat adalah kita menyarankan Enam Dewa Lembah Persik saja yang menjadi ketua Partai Lima Gunung.’”
Dewa Daun Persik menambahkan, “Saat itu Biksuni Dingxian mengangguk dan berkata: ‘Apabila Serikat Pedang Lima Gunung benar-benar dilebur sementara Enam Dewa Lembah Persik tidak menjadi ketua, maka sulit rasanya Partai Lima Gunung bisa berjaya.”
Linghu Chong semakin geli mendengar ocehan keenam orang aneh itu. Ia paham kalau Enam Dewa Lembah Persik sengaja meledek Zuo Lengchan dan mengacaukan pertemuan ini. Kalau Zuo Lengchan berani mengarang ucapan orang-orang yang sudah mati, maka apa salahnya kalau Enam Dewa Lembah Persik juga membual sehingga Zuo Lengchan mati kutu.
Di Puncak Songshan saat itu, selain para murid Songshan dan beberapa orang yang sudah bersekongkol dengan Zuo Lengchan, sisanya boleh dikata tidak setuju dengan peleburan Serikat Pedang Lima Gunung. Tokoh-tokoh yang berpandangan jauh seperti Mahabiksu Fangzheng dan Pendeta Chongxu khawatir kalau kekuatan Zuo Lengchan bertambah besar, maka kelak tentu akan menimbulkan bencana bagi dunia persilatan. Ada pula yang sejak menyaksikan kematian Pendeta Tianmen tadi, serta sikap Zuo Lengchan yang bengis, telah timbul rasa benci dan muak di hati mereka. Sementara Linghu Chong dan murid-murid Henshan yakin bahwa Zuo Lengchan adalah pembunuh Biksuni Dingxian dan Biksuni Dingyi. Maka yang mereka cita-citakan adalah menuntut balas, sehingga dengan sendirinya mereka paling tegas memusuhi pihak Perguruan Songshan. Mendengar ocehan Enam Dewa Lembah Persik itu serentak mereka banyak yang tertawa riuh dibuatnya.
Kemudian terdengar suara seseorang berseru, “Enam Dewa Lembah Persik, apa yang diucapkan Biksuni Dingxian bertiga itu, siapa lagi yang mendengarkannya?” Sepertinya yang berbicara ini adalah begundal Zuo Lengchan.
Terdengar Dewa Akar Persik menjawab, “Berpuluh-puluh murid Henshan juga ikut mendengarkan. Betul tidak, Nona Zheng?”
Zheng E menahan rasa geli dan menjawab, “Betul sekali! Ketua Zuo, kau sendiri yang berkata bahwa guruku menyetujui peleburan Serikat Pedang Lima Gunung. Nah, siapa lagi yang mendengar ucapan Beliau ini? Wahai para kakak dan adik dari Henshan, adakah di antara kalian yang pernah mendengar ucapan demikian dari Guru?”
“Tidak, tidak pernah dengar,” jawab berpuluh-puluh murid Henshan serentak. Ada pula yang berteriak, “Tentu Ketua Zuo sendiri yang mengarang cerita demikian.” Seorang lagi bahkan menyambung, “Dibandingkan Ketua Zuo, guru kami jelas lebih mendukung Enam Dewa Lembah Persik sebagai ketua. Sebagai murid Beliau mana mungkin kami tidak paham pikiran guru sendiri?”
Di tengah suara gelak tawa orang banyak itu, terdengar Dewa Ranting Persik berseru keras, “Nah, betul tidak kata-kata kami? Kami tidak berdusta, bukan? Justru Biksuni Dingxian kemudian berkata pula: ‘Setelah peleburan lima perguruan kelak, maka yang menjabat sebagai ketua Partai Lima Gunung hanya satu orang saja, padahal Enam Dewa Lembah Persik terdiri dari enam orang. Lantas siapa di antaranya yang harus diangkat?’ – Hei, Saudaraku, apa yang dijawab oleh Biksuni Dingjing waktu itu?”
Dewa Bunga Persik menyahut, “Beliau mengatakan… mengatakan… o ya, katanya: ‘Meskipun kelima perguruan dilebur menjadi satu, tapi kelima gunung yang menjadi tempat kedudukan masing-masing tidak mungkin bisa dikumpulkan menjadi satu. Lagipula Zuo Lengchan bukan malaikat dewata. Apa mungkin dia mampu memindahkan kelima gunung untuk dipersatukan? Maka dari itu, Enam Dewa Lembah Persik dapat diminta untuk membagi diri menjadi lima orang untuk masing-masing menduduki kelima pegunungan itu. Sisanya, yang seorang lagi sebagai pemimpin pusat.’”
Dewa Daun Persik menyahut, “Benar sekali! Biksuni Dingyi kemudian menanggapi: ‘Pendapat Kakak memang tepat. Kedua orang tua Enam Dewa Lembah Persik tentu sudah mengetahui sebelumnya bahwa kelak Zuo Lengchan akan melebur Serikat Pedang Lima Gunung menjadi satu. Maka, mereka sengaja melahirkan keenam bersaudara itu. Anehnya, kenapa tidak melahirkan lima atau tujuh orang saja, tapi pas enam orang. Sungguh mengagumkan kepandaian ayah-bunda Enam Dewa Lembah Persik itu.’” Mendengar ini, seketika bergemuruhlah suara tawa banyak orang.
Sebenarnya Zuo Lengchan telah mempersiapkan pertemuan ini agar dapat berlangsung secara khidmat dan tertib, sehingga disegani oleh para kesatria yang hadir. Siapa sangka tiba-tiba muncul enam manusia dungu yang mengacaukan upacara agung ini. Sungguh gusar hati Zuo Lengchan tak terlukiskan. Namun sebagai tuan rumah terpaksa ia harus bersabar sedapat mungkin, meski di dalam batin ia mengutuk, “Setelah urusan mahapenting ini selesai, maka keenam manusia tolol ini akan kubinasakan. Jika tidak, margaku bukan Zuo lagi.”
Sementara itu Dewa Buah Persik tiba-tiba menangis keras-keras, “Wah, tidak bisa, tidak bisa seperti ini! Kami enam bersaudara sejak keluar dari perut ibu selamanya tidak pernah berpisah satu sama lain. Apabila sekarang kami masing-masing harus menjabat sebagai ketua dari kelima perguruan, maka kami tentu akan terpencar di lima tempat yang berbeda. Ini tidak boleh terjadi, takkan kulakukan.” Tangisannya ini bukan pura-pura, seakan-akan kedudukan mereka di lima gunung sebagai ketua sudah ditetapkan dengan pasti.
Dewa Dahan Persik menanggapi, “Adik Keenam jangan bersedih. Kita semua pasti takkan berpisah. Kau tidak tega berpisah dengan kakak-kakakmu ini, maka kakakmu juga tidak tega berpisah dengan adik-adiknya. Maka jalan yang paling baik supaya kita tidak diangkat sebagai pemimpin kelima gunung yang terpisah-pisah jauh itu, terpaksa kita harus menyatakan menolak peleburan Serikat Pedang Lima Gunung.”
Dewa Akar Persik menyahut, “Benar, benar! Untuk apa kita harus menyetujui peleburan ini?”
Dewa Buah Persik menyambung, “Seandainya harus dilebur juga perlu menunggu sampai kelak di dalam Serikat Pedang Lima Gunung muncul seorang pahlawan sejati, seorang kesatria sejati yang lebih berwibawa daripada kita berenam, yang cocok untuk memimpin Partai Lima Gunung. Dengan demikian barulah kita dapat menyetujui peleburan ini.”
Melihat keenam orang itu masih saja mengoceh kian kemari, Zuo Lengchan memutuskan untuk mengambil tindakan tegas dan tepat untuk mengatasi keadaan. Maka, ia pun segera berteriak, “Sesungguhnya ketua Perguruan Henshan dijabat kalian enam kesatria ataukah masih ada orang lain lagi? Apakah urusan Perguruan Henshan telah dikuasakan kepada kalian?”
Dewa Ranting Persik menyahut, “Bukan masalah andai kami enam kesatria besar ini menjadi ketua Perguruan Henshan. Tapi jika kami menjadi ketua Henshan, itu berarti kami harus sederajat dengan orang bermarga Zuo seperti dirimu ini. Untuk itu, hehe, hehe….”
Dewa Bunga Persik menanggapi, “Berdiri sama tinggi duduk sama rendah dengan dia sudah tentu akan sangat menurunkan derajat kami berenam. Sebab itulah jabatan ketua Perguruan Henshan terpaksa kami serahkan kepada Tuan Muda Linghu.”
Sungguh tidak terlukiskan kemarahan Zuo Lengchan di dalam hati. Dengan nada dingin ia berkata kepada Linghu Chong, “Ketua Linghu, engkau adalah ketua Perguruan Henshan, kenapa kau tidak dapat mendidik mereka dan membiarkan keenam kesatria ini mengoceh di depan para hadirin? Bukankah hanya membuat malu saja?”
Linghu Chong menjawab, “Keenam bersaudara ini hanyalah orang-orang yang bersifat polos seperti anak kecil, namun sesungguhnya mereka bukan manusia yang suka mengarang kata-kata dusta. Mereka hanya menguraikan kembali apa yang pernah diucapkan mendiang ketua kami, Biksuni Dingxian. Sudah tentu ucapan mereka jauh lebih dapat dipercaya daripada orang luar yang suka bicara melantur.”
Zuo Lengchan mendengus, “Hm, jadi dalam hal peleburan Serikat Pedang Lima Gunung ini hanya Perguruan Henshan kalian saja yang mempunyai pendirian berbeda?”
Linghu Chong mengangguk dan berkata, “Dalam hal ini Perguruan Henshan tidak memiliki pendirian tersendiri. Tuan Yue ketua Perguruan Huashan adalah guruku yang berbudi. Beliau orang pertama yang mengajarkan kepandaian padaku. Meski sekarang aku telah masuk perguruan lain, tapi tetap tidak berani melupakan ajaran-ajaran guruku di masa lampau.”
“Jika demikian, kau masih tetap tunduk kepada apa yang dikatakan Tuan Yue dari Huashan?” Zuo Lengchan menegas.
“Benar sekali,” sahut Linghu Chong. “Perguruan Henshan dan Huashan tetap bahu-membahu dan bergotong royong satu hati.”
Zuo Lengchan lantas berpaling ke arah rombongan Huashan dan berseru, “Tuan Yue, Ketua Linghu ternyata tidak melupakan budi baikmu terhadapnya di masa lampau, sungguh aku ikut gembira dan bahagia untukmu. Dalam hal peleburan Serikat Pedang Lima Gunung ini apakah engkau mendukung atau menentang, yang jelas Ketua Linghu telah menyatakan akan mengikuti langkahmu. Lantas bagaimana dengan pendirianmu?”
“Terima kasih atas pertanyaan Ketua Zuo,” jawab Yue Buqun tenang. “Mengenai urusan peleburan ini aku memang pernah mempertimbangkannya secara masak-masak. Tapi untuk mengambil suatu keputusan yang sempurna, sungguh tidaklah mudah.”
Seketika perhatian semua orang beralih ke arah Yue Buqun. Sebagian besar di antara mereka berpikir, “Perguruan Hengshan sudah lemah kekuatannya, Perguruan Taishan juga terpecah belah sehingga tidak mampu menandingi Perguruan Songshan. Kalau sekarang Huashan berdiri satu pihak dengan Henshan tentu akan sanggup menandingi kekuatan Songshan.”
Terdengar Yue Buqun berkata, “Perguruan Huashan kami memiliki sejarah lebih dari dua ratus tahun. Kami memiliki kenangan pahit pernah terpecah belah menjadi Kelompok Pedang dan Kelompok Tenaga Dalam. Tentu banyak di antara Saudara yang hadir saat ini masih ingat akan peristiwa itu. Maka kalau teringat kepada pertentangan di antara kalangan sendiri yang kejam di masa lalu itu, sungguh sampai sekarang aku masih merasa ngeri….”
Linghu Chong terkesiap dan merenung, “Aneh, mengapa hari ini Guru menceritakan peristiwa yang dianggap memalukan itu? Padahal Beliau biasanya menyimpan rapih masalah Perguruan Huashan. Mengapa hari ini Beliau menceritakannya di depan banyak orang ini?”
Terdengar Yue Buqun melanjutkan kata-katanya dengan suara yang melengking nyaring. Linghu Chong berpikir sang guru ternyata sudah mencapai tingkatan yang lebih tinggi dalam mempelajari ilmu Pelangi Ungu. Suaranya terdengar berkumandang jauh mengalahkan gemuruh ribuan orang yang hadir di situ.
Yue Buqun berkata, “Oleh karena itu aku merasa di antara berbagai golongan dan aliran persilatan kita ini daripada terpecah belah adalah lebih baik jika tergabung menjadi satu. Selama beratus-ratus, bahkan beribu-ribu tahun entah sudah berapa banyak kawan-kawan persilatan yang telah menjadi korban bunuh-membunuh. Semuanya itu adalah karena perbedaan paham atau perselisihan golongan. Aku sering berpikir, apabila dalam dunia persilatan tiada perbedaan golongan dan perguruan, maka semua orang bagaikan satu keluarga besar saja. Satu sama lain laksana saudara sekandung, maka dapat dipastikan setiap perselisihan dan pertumpahan darah tentu dapat dikurangi.”
Pada umumnya kaum persilatan memang sering mengalami nasib mati muda dengan meninggalkan anak istri yang merana. Maka itu, kata-kata Yue Buqun seolah tepat mengenai lubuk hati sebagian besar para hadirin. Tidak heran jika banyak yang manggut-manggut dan memuji keluhuran budi Yue Buqun sesuai dengan julukannya, yaitu Si Pedang Budiman.
“Sianzhai, sianzhai!” ujar Biksu Fangzheng. “Kata-kata Tuan Yue ini benar-benar bijaksana. Apabila setiap orang persilatan mempunyai jalan pikiran seperti Tuan Yue, maka kekacauan di dunia ini tentu akan hilang sirna tanpa bekas.”
Yue Buqun menanggapi, “Ah, Mahabiksu terlalu memuji. Sedikit pendapatku yang dangkal ini tentu sebelumnya sudah menjadi buah pikiran para pemuka agama turun-temurun dari Perguruan Shaolin. Sebenarnya dengan nama besar dan pengaruh Biara Shaolin, asalkan mau tampil ke muka dan menyerukan persatuan, maka setiap orang yang berpandangan jauh tentu akan setuju dan pasti akan banyak manfaatnya selama ratusan tahun terakhir ini. Namun sampai sekarang di antara berbagai golongan dan aliran masih terus saja bertentangan satu sama lain baik secara terang-terangan maupun secara gelap-gelapan sehingga banyak mengorbankan jiwa dan harta. Bahwasanya selama ini banyak di antara tokoh bijaksana telah menyelami betapa besar bencana yang ditimbulkan karena perbedaan golongan dan aliran, lalu mengapa kita tidak bertekad untuk melenyapkannya? Aku benar-benar bingung, sudah sekian lama merenungkan persoalan ini, baru beberapa hari yang lalu aku sadar dan memahami di mana letak kunci untuk memecahkan persoalan ini. Karena urusan ini menyangkut nasib setiap kawan persilatan, aku tidak berani merahasiakan hasil pemikiranku ini. Maka itu, segera akan kukemukakan di sini dengan meminta pertimbangan para hadirin.”
“Silakan bicara, silakan bicara,” seru banyak orang. “Pendapat Tuan Yue pasti sangat bagus!”
Setelah suasana agak tenang barulah Yue Buqun kembali bicara, “Setelah aku merenungkan secara mendalam, akhirnya kuketemukan titik persoalannya. Rupanya penyakit kegagalan dari usaha penghapusan perbedaan golongan dan aliran ini seringkali disebabkan usaha yang terburu nafsu. Maklum, golongan dan aliran persilatan kita puluhan, bahkan ratusan banyaknya. Setiap golongan juga sudah memiliki sejarah lama. Kalau sekaligus hendak melenyapkan sejarah golongan masing-masing boleh dikatakan sangat sulit.”
“Jika demikian, menurut pendapat Tuan Yue adalah tidak mungkin untuk menghapuskan perbedaan golongan dan aliran? Jika betul demikian bukankah pendapat Tuan Yue ini sangat mengecewakan harapan banyak orang?” ujar Zuo Lengchan.
“Walaupun urusan ini mahasulit, tapi bukan sama sekali tidak mungkin,” jawab Yue Buqun. “Baru saja aku menyatakan bahwa titik penyakitnya terletak pada usaha yang terburu nafsu ingin cepat selesai, tapi malah tersendat. Jadi, caranya yang harus diubah. Asalkan haluannya berubah, lalu dihadapi bersama dengan segenap tenaga kawan-kawan sekalian, apakah usaha ini akan berjalan sampai lima puluh tahun ataupun seratus tahun, tapi pada akhirnya pasti berhasil.”
Zuo Lengchan berkata, “Kalau perlu lima puluh atau seratus tahun, bukankah para pahlawan dan kesatria yang hadir sekarang ini hampir semuanya sudah masuk liang kubur?”
Yue Buqun menjawab, “Kita hanya perlu berusaha sepenuh tenaga, soal kelak berhasil atau tidak bukan masalah. Ini namanya leluhur yang menanam pohonnya, keturunan yang memetik buahnya. Kita hanya menanam pohon saja, biarlah anak cucu kita yang menerima buahnya. Hal seperti ini bukankah perbuatan mulia? Lagipula, usaha jangka panjang lima puluh atau seratus tahun adalah secara keseluruhannya. Kalau hanya sedikit hasil saja mungkin dalam waktu delapan atau sepuluh tahun juga sudah terlihat nyata.”
Zuo Lengchan bertanya, “Dalam sepuluh atau delapan tahun sudah akan terlihat hasil yang nyata walaupun hanya sebagian kecil saja. Hm, ini sungguh bagus. Tapi entah bagaimana cara kita harus berusaha bersama?”
Yue Buqun tersenyum menjawab, “Seperti apa yang dilakukan Ketua Zuo sekarang ini adalah perbuatan luhur yang bermanfaat bagi kaum persilatan pada umumnya. Bahwasanya sekaligus kita hendak menghapuskan perbedaan pandangan di antara berbagai golongan dan aliran boleh dikata sukar terlaksana, tapi kalau diusahakan agar golongan-golongan yang tempatnya berdekatan, yang ilmu silatnya hampir sama atau yang mempunyai hubungan dekat, lalu di antara mereka diadakan peleburan sebisanya, maka dalam waktu yang tidak terlalu lama perbedaan golongan dan aliran di dunia persilatan ini tentu akan berkurang sebagian besar. Seperti halnya peleburan di antara Serikat Pedang Lima Gunung kita ini adalah suatu bukti yang nyata bagi golongan-golongan lain.”
Ucapan terakhir Yue Buqun ini seketika membuat para hadirin gempar, dan banyak yang berteriak, “O, ternyata Perguruan Huashan juga setuju Serikat Pedang Lima Gunung dilebur menjadi satu.”
Linghu Chong tentu saja sangat terkejut mendengarnya. Ia berpikir, “Tak kusangka, ternyata Guru juga menyetujui peleburan ini. Padahal aku terlanjur menyatakan hendak megikuti langkah Beliau. Apakah aku harus menarik kembali ucapanku tadi?” Dengan cemas ia memandang ke arah Mahabiksu Fangzheng dan Pendeta Chongxu. Dilihatnya kedua tokoh sepuh itu menggeleng kepadanya dengan wajah agak lesu.
Zuo Lengchan sendiri sejak awal khawatir kalau Yue Buqun akan menolak peleburan ini. Ia merasa segan menghadapi ketua Huashan yang terkenal ahli dalam berdebat ini dan juga sulit dipaksa untuk melakukan sesuatu. Maka, begitu mendengar keputusan Yue Buqun seketika hatinya sangat terkejut dan tidak menyangka sebelumnya. “Sebenarnya maksud Perguruan Songshan menghendaki peleburan ini hanya demi kepentingan kita bersama. Karena, dengan bergabung maka kekuatan kita jelas menjadi semakin besar, dan sebaliknya jika bercerai maka kita menjadi lemah. Tapi dari uraian Tuan Yue tadi ternyata peleburan Serikat Pedang Lima Gunung dapat mendatangkan manfaat-manfaat begitu besar. Sungguh aku menjadi seperti pintar mendadak,” katanya kemudian.
Yue Buqun menjawab, “Setelah bergabung, bila kita ingin memperbesar pengaruh dan mengadu kekuatan dengan golongan lain, maka akibatnya hanya menimbulkan bencana di dunia persilatan. Sebab itu, asas tujuan peleburan ini harus mengutamakan ‘hindarkan pertentangan dan akhiri permusuhan’. Menurut dugaanku banyak di antara kawan persilatan yang khawatir peleburan kita ini pasti akan merugikan pihak lain. Dalam hal ini aku dapat menyatakan supaya kawan-kawan janganlah khawatir.”
Banyak di antara para hadirin menjadi lega mendengar jaminan Yue Buqun itu. Namun ada juga yang masih ragu-ragu dan kurang percaya.
“Jika demikian, Perguruan Huashan jelas setuju dengan peleburan?” tanya Zuo Lengchan.
“Benar,” jawab Yue Buqun. Ia diam sejenak kemudian memandang ke arah Linghu Chong sambil berkata, “Ketua Linghu dari Perguruan Henshan dulu pernah tinggal di Gunung Huashan. Aku pernah mempunyai hubungan guru dan murid selama dua puluhan tahun dengannya. Sejak dia meninggalkan Huashan, ternyata selama ini masih ingat akan hubungan baik di masa lalu dan tetap mengharapkan agar kami dapat berkumpul bersama lagi dalam satu aliran yang sama. Dalam hal ini aku tadi telah menyanggupi bahwa kami pasti akan berkumpul kembali di dalam suatu perguruan dan ini bukanlah hal yang sulit.” Bicara sampai di sini, wajahnya kemudian menampilkan senyuman manis.
Linghu Chong tergetar namun kemudian paham. Dalam hati ia berkata, “Ternyata kesanggupan Guru dalam menerimaku kembali sebagai murid bukanlah untuk kembali ke dalam Perguruan Huashan, melainkan masuk ke dalam Partai Lima Gunung sesudah kelima perguruan dilebur menjadi satu. Rasanya ini boleh juga. Lagipula tadi Guru telah menyatakan bahwa setelah dilebur menjadi satu, maka asas tujuan Partai Lima Gunung adalah menghindari pertentangan dan mengakhiri permusuhan. Jika nanti Huashan dan Henshan bersekutu, serta ditambah dengan kekuatan Hengshan, ini berarti akan lebih besar pengaruhnya daripada persekutuan Songshan dan Taishan sehingga asas yang dikemukakan Guru tadi dapat dijalankan.”
Sementara Linghu Chong terbuai oleh pikirannya sendiri, terdengar Zuo Lengchan berkata, “Selamat untuk Tuan Yue dan Ketua Linghu! Sejak hari ini kalian berkumpul kembali dalam suatu keluarga besar. Ini benar-benar peristiwa yang menggembirakan.”
Menyusul kemudian banyak di antara para hadirin yang juga bersorak dan bertepuk tangan menyatakan selamat.
Tapi mendadak Dewa Ranting Persik berteriak, “Tidak, urusan ini tidak baik, sangat tidak baik.”
“Kenapa tidak baik?” tanya Dewa Dahan Persik.
“Jabatan ketua Perguruan Henshan bukankah tadinya adalah hak kita enam bersaudara?” tanya Dewa Ranting Persik.
“Betul!” serentak Dewa Dahan Persik dan yang lain ikut menjawab.
“Tapi karena kita segan menjadi ketua, maka jabatan itu kita serahkan kepada Linghu Chong dengan suatu syarat bahwa dia harus membalaskan sakit hati kematian Biksuni Dingxian bertiga, betul tidak? Dan kalau tidak melaksanakan tugasnya itu berarti jabatannya sebagai ketua menjadi batal, betul tidak?” ujar Dewa Ranting Persik.
“Benar sekali!” serentak kelima saudaranya kembali mengiakan.
“Namun pembunuh Biksuni Dingxian bertiga jelas berada di dalam Partai Lima Gunung juga,” kata Dewa Ranting Persik. “Maka menurut pendapatku, kemungkinan besar si pembunuh bermarga Zuo, atau mungkin You, atau mungkin Zhong. Apabila Linghu Chong bergabung dengan Partai Lima Gunung, itu berarti dia akan menjadi saudara seperguruan dengan manusia jahanam bermarga Zuo, atau You, atau Zhong, dan itu berarti dia tidak akan mampu membalaskan sakit hati Biksuni Dingxian bertiga.”
“Benar, sedikit pun tidak salah,” seru kelima saudaranya.
Nama “Zuo” bermakna “kiri”, “You” bermakna “kanan’, sedangkan “Zhong” bermakna “tengah”. Meskipun demikian Zuo Lengchan jelas merasa tersinggung. Ia berpikir, “Keparat, kalian berenam berani menghinaku di depan umum. Jika dibiarkan hidup lebih lama tentu semakin banyak ocehan-ocehan tidak senonoh yang akan kalian lontarkan kepadaku.”
Terdengar Dewa Akar Persik berkata, “Kalau Linghu Chong tidak membalaskan sakit hati Biksuni Dingxian berarti dia batal menjadi ketua Perguruan Henshan, bukan? Dan kalau dia batal menjadi ketua Perguruan Henshan berarti dia tidak berwenang lagi mengurusi Perguruan Henshan, bukan? Dan kalau dia tidak berwenang lagi berarti tidak boleh bicara atas nama Perguruan Henshan dalam soal peleburan ini, bukan?”
Setiap kali ia bertanya, setiap kali pula kelima adiknya menjawab serentak, “Benar!”
Kini ganti Dewa Dahan Persik yang bicara, “Tapi jabatan ketua tidak boleh kosong. Bila Linghu Chong tidak menjadi ketua Perguruan Henshan, maka sepantasnya diangkat orang lain yang lebih sesuai, bukan? Di dalam Perguruan Henshan bukankah ada enam orang kesatria yang diakui kehebatannya dan juga kepandaiannya oleh Biksuni Dingxian, bukan?”
“Benar!” jawab kelima saudaranya. Setiap kali ia bertanya, nadanya semakin keras, begitu pula jawaban kelima saudaranya juga semakin keras.
Karena merasa lucu, dan juga mengerti maksud Enam Dewa Lembah Persik yang jelas-jelas sengaja main gila terhadap Perguruan Songshan, maka sebagian di antara para hadirin ada yang ikut senang. Bahkan di antara mereka ada yang lantas ikut-ikutan bersuara. Setiap kali Enam Dewa Lembah Persik bertanya jawab, puluhan hadirin ikut-ikutan mengiakan.
Ketika Yue Buqun menyetujui peleburan Serikat Pedang Lima Gunung tadi, diam-diam Linghu Chong merasa cemas dan bingung. Kini begitu mendengar ocehan Enam Dewa Lembah Persik itu, dalam hati kecilnya timbul rasa senang seakan-akan keenam orang dungu itu telah menyelesaikan persoalan sulit baginya. Tapi setelah mengikuti ocehan mereka, hatinya menjadi terheran-heran, karena sekarang apa yang mereka ucapkan seakan-akan sangat teratur, satu sama lain seperti telah disiapkan. Sama sekali berbeda dengan kebiasaan mereka. “Sungguh perubahan yang aneh. Apa barangkali di belakang mereka ada orang pandai yang memberi petunjuk?” pikir Linghu Chong.
Terdengar suara Dewa Bunga Persik berkata, “Bahwasanya di dalam Perguruan Henshan ada enam kesatria yang berilmu silat tinggi dan berwawasan luas. Siapakah mereka berenam ini, kalian bukan orang bodoh, tentu sudah tahu, bukan?”
Ratusan hadirin serentak menjawab dengan tertawa, “Kami tahu!”
“Siapa keenam kesatria besar itu? Coba katakan!” seru Dewa Bunga Persik.
“Siapa lagi kalau bukan kalian, Enam Dewa Lembah Persik!” teriak ratusan orang dengan suara bergemuruh.
“Itu dia! Dengan demikian, jabatan ketua Perguruan Henshan terpaksa kami berenam menerimanya, demi untuk melaksanakan tugas yang suci ini sesuai dengan harapan banyak orang, cocok dengan pilihan umum, sesuai dengan kehendak bapak mertua, dan… dan….”
Karena kata-katanya yang melantur itu, para hadirin sampai terpingkal-pingkal menahan geli. Sebaliknya orang-orang Songshan sangat kesal, dan banyak di antaranya lantas membentak, “Persetan! Kalian berenam keparat ini sengaja mengacau di sini. Lekas enyah semua dari sini!”
“Aneh, sungguh aneh!” jawab Dewa Ranting Persik. “Kalian Perguruan Songshan dengan segala daya upaya berusaha hendak melebur Serikat Pedang Lima Gunung menjadi satu, tapi sekarang kami para kesatria Henshan telah sudi berkunjung ke Songshan sini, tapi kalian malah mengusir kami untuk pergi. Bila kami enam kesatria besar ini angkat kaki dari sini, segera para kesatria kecil, para pahlawan betina Perguruan Henshan yang lain juga akan ikut pergi dari sini. Lantas, peleburan Serikat Pedang Lima Gunung akan macet di tengah jalan, akan mati dalam kandungan, dan… dan… gugur pula. Baiklah kalau begitu. Kawan-kawan Perguruan Henshan sekalian, karena kita sudah tidak diperlukan lagi, marilah kita pergi saja dari sini. Biarkan mereka mengadakan peleburan empat perguruan saja. Kalau Zuo Lengchan ingin menjadi ketua Partai Empat Gunung, biarkan saja. Perguruan Henshan kita tidak sudi ikut campur.”
Pada dasarnya Yihe, Yiqing, dan yang lain sudah teramat benci kepada Zuo Lengchan. Maka begitu mendengar ajakan Dewa Ranting Persik itu, serentak mereka mengiakan dan berseru, “Benar, mari kita pergi saja dari sini!”
Begitu mendengar ini, Zuo Lengchan menjadi kelabakan. Ia berpikir, “Kalau Perguruan Henshan pergi, berarti Partai Lima Gunung akan tinggal Partai Empat Gunung saja. Padahal sejak dahulu di dunia ini yang dikenal adalah Serikat Pedang Lima Gunung, bukan Serikat Pedang Empat Gunung. Jika hanya empat perguruan yang bergabung dan aku menjadi ketua, rasanya juga tidak gemilang, malah akan ditertawai banyak orang persilatan.”
Membayangkan itu Zuo Lengchan segera berkata kepada Linghu Chong, “Ketua Linghu, orang persilatan seperti kita sangat mengutamakan pegang janji. Tadi kau telah menyatakan akan mengikuti langkah Tuan Yue, tentunya kau akan pegang teguh ucapanmu ini, bukan?”
Linghu Chong memandang ke arah Yue Buqun. Dilihatnya sang guru sedang manggut-manggut kepadanya dengan sikap simpatik dan sangat mengharapkan. Sebaliknya ketika ia memandang ke arah Mahabiksu Fangzheng dan Pendeta Chongxu, kedua tokoh itu tampak menggeleng-geleng kepala.
Di tengah kebimbangan itu, terdengar Yue Buqun berkata, “Chong-er, hubungan kita seperti ayah dan anak. Ibu-gurumu juga merindukanmu. Apakah kau tidak ingin berhubungan baik lagi dengan kami seperti dulu?”
Seketika Linghu Chong meneteskan air mata haru. Tanpa pikir panjang ia lantas berseru, “Guru dan Ibu Guru, memang itulah yang kuharap-harapkan. Bila kalian setuju peleburan ini, maka murid hanya menurut saja, tidak ada yang lain.” Ia diam sejenak, kemudian melanjutkan, “Namun, bagaimana dengan sakit hati ketiga biksuni sepuh….”
“Kau jangan khawatir,” seru Yue Buqun lantang. “Mengenai kematian ketiga biksuni sepuh memang harus disesalkan oleh setiap kawan persilatan kita. Selanjutnya, sesudah kelima perguruan kita bergabung, maka urusan Perguruan Henshan sudah tentu menjadi urusanku juga. Tugas utama kita sekarang tidak lain adalah mencari tahu siapa pembunuh ketiga biksuni sepuh, lalu dengan tenaga gabungan kelima perguruan kita serta meminta bantuan kawan-kawan persilatan yang hadir saat ini, biarpun si pembunuh memiliki kepandaian setinggi langit juga akan kita cincang sampai hancur lebur. Chong-er, kukatakan lagi janganlah kau khawatir. Sekalipun pembunuhnya adalah tokoh tertinggi dari Partai Lima Gunung juga takkan kita ampuni.”
Kata-kata Yue Buqun itu diucapkannya dengan gagah dan tegas. Serentak murid-murid Henshan bersorak memuji. Yihe lantas berseru, “Ucapan Tuan Yue memang betul. Bila engkau dapat tampil ke muka untuk membalaskan sakit hati ketiga biksuni sepuh kami, maka segenap keluarga Perguruan Henshan sungguh merasa sangat berterima kasih.”
“Aku jamin, dalam tiga tahun apabila aku tidak mampu membalaskan sakit hati ketiga biksuni sepuh, biarlah nanti kawan-kawan persilatan boleh menganggapku sebagai manusia rendah, orang yang tidak tahu malu,” seru Yue Buqun lantang.
Ucapan ini semakin menimbulkan rasa senang murid-murid Henshan. Mereka bersorak gembira. Selain itu banyak juga para hadirin dari golongan lain juga ikut bertepuk tangan dan memuji.
Menyaksikan itu, Linghu Chong berpikir, “Meski aku bertekad menuntut balas bagi ketiga biksuni sepuh, tapi susah rasanya menetapkan batas waktu. Meskipun banyak yang mencurigai Zuo Lengchan sebagai pembunuhnya, tapi bagaimana cara membuktikannya? Seandainya dia dapat dibekuk dan ditanyai, apakah mungkin dia mau mengaku terus terang? Tapi mengapa Guru berbicara begitu tegas dan pasti? Ya, tentu Beliau sudah tahu siapa pembunuhnya dengan bukti-bukti nyata. Maka itu, di dalam tiga tahun Guru yakin akan dapat membereskannya.”
Semula Linghu Chong khawatir murid-murid Henshan menentang pendiriannya yang mengikuti langkah Yue Buqun terhadap peleburan kelima perguruan. Sekarang begitu melihat mereka bersorak gembira, hatinya menjadi lega. Segera ia berseru, “Sungguh baik jika demikian. Guruku Tuan Yue sudah menyatakan, asalkan sudah jelas siapa pembunuh ketiga biksuni sepuh, sekalipun pembunuh itu adalah tokoh tertinggi Partai Lima Gunung juga takkan diampuni. Nah, Ketua Zuo, engkau menyetujui ucapan ini atau tidak?”
Dengan nada dingin Zuo Lengchan menjawab, “Ucapan ini sangat bagus, mengapa aku tidak setuju?”
“Bagus,” seru Linghu Chong. “Nah, para kesatria yang hadir di sini telah mendengar semua, apabila biang keladi pembunuh ketiga biksuni sepuh nanti telah diketahui, tidak peduli siapa pun dia dan apa pun kedudukannya, maka setiap orang berhak untuk membinasakannya.”
Serentak sebagian besar di antara para hadirin bersorak menyatakan setuju.
Setelah suara ramai itu agak mereda, Zuo Lengchan pun berseru, “Nah, jadi sudah jelas Serikat Pedang Lima Gunung seluruhnya sudah setuju bergabung menjadi satu. Maka sejak hari ini di dunia persilatan takkan ada lagi nama Serikat Pedang Lima Gunung, yang ada hanyalah Partai Lima Gunung. Dengan demikian segenap anggota kelima perguruan kita dengan sendirinya juga menjadi murid atau anggota Partai Lima Gunung.”
Yang dimaksud dengan lima gunung adalah Taishan di sebelah timur, Huashan di barat, Henshan di utara, Hengshan di selatan, dan Songshan di tengah-tengah.
Usai berkata, ketika ia mengangkat sebelah tangan, serentak terdengar suara riuh gemuruh petasan bergema di angkasa Pegunungan Songshan sebagai tanda merayakan berdirinya “Partai Lima Gunung” secara resmi. Para hadirin saling pandang dengan tersenyum. Mereka bersyukur bahwa peleburan Serikat Pedang Lima Gunung dapat berjalan dengan lancar. Jika tidak, tentu akan terjadi banjir darah di puncak Songshan ini.
Begitulah, puncak gunung yang biasanya sunyi itu seketika penuh dengan remukan kertas bertebaran. Asap tampak mengepul memenuhi udara, serta suara petasan yang makin lama makin riuh sehingga bicara berhadapan pun tidak lagi terdengar. Selang agak lama barulah suara petasan mulai mereda.
Lalu di antara para hadirin ada yang menghampiri Zuo Lengchan untuk mengucapkan selamat. Tampaknya orang-orang ini adalah undangan Perguruan Songshan sendiri. Karena melihat peleburan Serikat Pedang Lima Gunung telah berjalan lancar, pengaruh Zuo Lengchan juga bertambah besar, maka mereka pun mendahului memberi puji sanjung kepada tuan rumah. Tidak henti-hentinya Zuo Lengchan mengucapkan kata-kata rendah hati, namun tidak urung air mukanya yang biasanya dingin kaku itu menampilkan senyum kepuasan.
Tiba-tiba terdengar Dewa Akar Persik berseru, “Karena peleburan Serikat Pedang Lima Gunung menjadi Partai Lima Gunung sudah terjadi, maka kami, Enam Dewa Lembah Persik terpaksa ikut mendukungnya. Ini namanya menuruti arah angin.”
Zuo Lengchan berpikir, “Sejak keenam keparat ini datang ke sini, hanya kata-kata inilah yang pantas didengar.”
Sementara itu Dewa Dahan Persik juga berseru, “Pada umumnya setiap aliran tentu ada seorang ketua. Lalu ketua Partai Lima Gunung ini harus dipegang siapa? Bila para hadirin mengangkat kami Enam Dewa Lembah Persik sebagai ketua, mau tidak mau kami pun akan menerimanya.”
“Menurut kata-kata Tuan Yue tadi bahwa penggabungan ini adalah demi kepentingan dunia persilatan umumnya dan tidak untuk keuntungan pribadi,” seru Dewa Ranting Persik pula. “Jika demikian halnya, maka tugas seorang ketua sungguh sangat berat. Namun apa hendak dikata, terpaksa kami enam bersaudara akan bekerja sekuat tenaga.”
“Memang, karena para hadirin begini simpatik kepada kami, mana boleh kami tidak bekerja mati-matian demi kawan-kawan persilatan pada umumnya?” sambung Dewa Daun Persik.
Keenam bersaudara ini bercakap-cakap sendiri seakan-akan mereka benar-benar telah diangkat sebagai ketua oleh pilihan banyak orang. Seorang tua berbaju kuning dari Perguruan Songshan berteriak gemas, “Hei, siapa pula yang mengangkat kalian menjadi ketua Partai Lima Gunung? Huh, seperti orang gila, tidak tahu malu?” Orang ini tidak lain adalah Ding Mian, adik seperguruan Zuo Lengchan yang ikut membantai keluarga Liu Zhengfeng dalam acara Cuci Tangan Baskom Emas di Kota Hengshan dulu.
Serentak orang-orang Songshan lainnya juga ikut memaki, “Persetan! Omong kosong melulu! Huh, kalau bukan hari ini hari yang baik, jangan harap kalian dapat turun dari sini dengan kaki utuh!”
Ding Mian kemudian berseru kepada Linghu Chong, “Ketua Linghu, keenam orang gila itu mengacau terus dari tadi. Kenapa kau diam saja?”
Mendengar itu Dewa Bunga Persik langsung menyahut, “Hah, kau panggil Linghu Chong sebagai ‘Ketua Linghu’? Jadi, kau mengakui dia sebagai ketua Partai Lima Gunung? Bukankah tadi Zuo Lengchan sudah menyatakan bahwa Songshan, Taishan, Henshan, Hengshan, dan Huashan sudah dihapus dari dunia persilatan, maka dengan sendirinya istilah ketua yang kau sebut tadi tentu dimaksudkan untuk ketua Partai Lima Gunung.”
Dewa Buah Persik berkata, “Meskipun kami lebih unggul setingkat dibandingkan Linghu Chong, tapi jika dia yang menjabat ketua Partai Lima Gunung rasanya boleh juga. Kalau memang yang lebih baik seperti kami tidak kalian terima sebagai ketua, terpaksa yang lebih rendah juga boleh.”
Dewa Akar Persik kemudian berteriak keras-keras, “Nah, Perguruan Songshan telah mengusulkan Linghu Chong sebagai ketua Partai Lima Gunung, bagaimana pendapat para hadirin sekalian?”
“Setuju!” teriak ratusan orang. Suaranya nyaring dan merdu, jelas mereka adalah murid-murid Perguruan Henshan.
Hanya karena Ding Mian salah bicara, ucapannya itu lantas menjadi kelemahan yang langsung dipegang oleh Enam Dewa Lembah Persik. Kontan ia menjadi serbasalah dan kebingungan. Dengan gelagapan ia berseru, “Tidak, ti… tidak! Bu… bukan… bukan begitu maksudku.”
“Bukan begitu maksudmu?” sahut Dewa Dahan Persik. “Jika demikian tentu kau anggap kami Enam Dewa Lembah Persik lebih cocok menjadi ketua Partai Lima Gunung. Wah, atas dukungan Saudara dan rasa cintamu kepada kami, terpaksa kami tidak bisa menolak dan mau tidak mau harus menerimanya.”
“Begini saja,” sambung Dewa Ranting Persik. “Kami akan memegang jabatan ketua selama enam bulan. Kalau segala urusan sudah berjalan lancar barulah kami serahkan kedudukan penting ini kepada tokoh lain, bagaimana?”
“Betul, betul! Ini namanya sadar kewajiban dan sifat pemimpin bijaksana!” teriak kelima saudaranya yang lain.
Sungguh tidak terkira rasa kesal yang memenuhi dada Zuo Lengchan. Dengan nada dingin ia berseru, “Kalian berenam sudah terlalu banyak mengoceh, seakan-akan para kesatria yang hadir di Gunung Songshan ini tak berharga sama sekali. Boleh tidak kalau orang lain juga diberi kesempatan bicara sedikit?”
“Boleh, sudah tentu boleh, kenapa tidak boleh?” jawab Dewa Bunga Persik. “Ada kata-kata segera diucapkan, ada kentut segera dilepaskan!”
Seketika suasana menjadi sunyi senyap begitu mendengar kata-kata Dewa Bunga Persik itu. Maklum saja, siapa pun tidak mau membuka suara supaya tidak dianggap kentut.
Selang sejenak barulah Zuo Lengchan berbicara, “Para hadirin sekalian, silakan kemukakan pandangan masing-masing! Mengenai ocehan keenam orang gila ini tidak perlu digubris lagi!”
Serentak Enam Dewa Lembah Persik menghirup napas panjang-panjang, lalu hidung mereka sama-sama mendengus-dengus dan berkata, “Nyaring benar kentutnya, tapi untung, tidak terlalu bau!”
Seorang tua kurus dari Perguruan Songshan tampil ke muka dan berseru, “Serikat Pedang Lima Gunung senasib sepenanggungan. Yang terakhir kali menjabat sebagai ketua perserikatan adalah Ketua Zuo. Nama besar Beliau cukup terkenal, wibawanya juga cukup disegani. Kalau sekarang kelima perguruan telah dilebur, dengan sendirinya Ketua Zuo pantas menjadi pemimpin kita. Kalau dijabat orang lain, kukira sukar diterima oleh banyak orang.” Orang yang berbicara ini juga adik seperguruan Zuo Lengchan yang bernama Lu Bai. Sama seperti Ding Mian, ia juga ikut terlibat dalam pembantaian keluarga Liu Zhengfeng beberapa waktu yang lalu.
“Tidak benar, kurang tepat!” seru Dewa Bunga Persik. “Peleburan kelima perguruan menjadi satu adalah peristiwa besar dan merupakan sejarah baru. Oleh karena itu, jabatan ketua juga harus diisi oleh orang yang baru, harus diangkat orang yang baru.”
“Benar,” sambung Dewa Buah Persik. “Jika Zuo Lengchan tetap menjadi ketua, itu berarti ganti botol tanpa mengganti isinya. Jika demikian, lantas apa gunanya Serikat Pedang Lima Gunung dilebur menjadi satu?”
“Aku rasa ketua Partai Lima Gunung dapat dijabat oleh siapa pun juga,” kata Dewa Ranting Persik. “Hanya Zuo Lengchan saja yang tidak boleh menjabatnya.”
“Menurut pendapatku, paling baik kalau jabatan ketua ini kita jabat secara bergiliran. Setiap orang menjadi ketua satu hari. Hari ini kau yang menjadi ketua, besok ganti aku, lusa dia, semuanya mendapat bagian, tiada satu pun yang dirugikan. Ini baru yang namanya adil, tidak pilih kasih, tidak pandang bulu, barang baik, harga pas!” seru Dewa Daun Persik.
“Usulanmu ini sungguh teramat bagus!” sambut Dewa Akar Persik. “Dan yang pantas menjabat sebagai ketua yang pertama adalah dia yang berusia paling muda. Maka, aku mengusulkan adik cilik Qin Juan dari Perguruan Henshan menjadi ketua Partai Lima Gunung yang pertama pada hari ini!”
“Setuju!” seru murid-murid Henshan bersama-sama. Mereka tahu apa yang diucapkan Enam Dewa Lembah Persik ini memang sengaja untuk menentang rencana busuk Zuo Lengchan. Selain itu ribuan hadirin yang juga senang pada kekacauan ikut-ikutan berteriak setuju, sehingga Puncak Songshan itu seketika berubah menjadi riuh ramai kembali.
Seorang pendeta tua dari Taishan tampil dan berseru, “Ketua Partai Lima Gunung harus dijabat oleh seorang yang pandai dan bijaksana, seorang tokoh terkemuka yang punya nama baik dan pengaruh besar. Mana bisa jabatan sepenting itu diduduki secara bergiliran, sungguh pikiran kalian ini seperti anak kecil!” Suara orang ini begitu keras dan lantang sehingga di tengah ribut-ribut itu tetap terdengar dengan jelas oleh setiap hadirin.
Dewa Ranting Persik menanggapi, “Orang pandai dan bijaksana dengan nama baik dan pengaruh besar? Kukira tokoh persilatan yang memenuhi syarat ini kecuali Enam Dewa Lembah Persik hanya ketua Biara Shaolin saja yang dapat diterima, yaitu Mahabiksu Fangzheng.”
Setiap kali Enam Dewa Lembah Persik berbicara selalu menimbulkan gelak tawa banyak orang. Rupanya para hadirin menganggap mereka berenam bagaikan badut saja. Tapi sekarang begitu Dewa Ranting Persik menyebut nama Mahabiksu Fangzheng, seketika suasana menjadi sunyi, semua orang pun menjadi bungkam. Maklum saja, Mahabiksu Fangzheng adalah tokoh yang dihormati dan disegani oleh setiap kaum persilatan. Selain itu Biara Shaolin juga sangat berpengaruh di dunia persilatan.
Dewa Akar Persik pun berteriak, “Apakah ketua Biara Shaolin Mahabiksu Fangzheng terhitung tokoh yang pandai dan bijaksana, orang yang memiliki nama baik dan pengaruh besar?”
“Benar!” teriak ribuan hadirin bersamaan.
“Bagus!” sambut Dewa Akar Persik. “Itu artinya Mahabiksu Fangzheng telah disetujui dengan suara bulat oleh para hadirin. Jika demikian maka jabatan ketua Partai Lima Gunung mulai hari ini kita serahkan untuk dipegang oleh Mahabiksu Fangzheng.”
“Omong kosong!” teriak sebagian orang-orang Taishan dan Songshan. “Mahabiksu Fangzheng adalah ketua Perguruan Shaolin, ada sangkut paut apa dengan Partai Lima Gunung kita?”
Dewa Ranting Persik menyahut, “Bukankah tadi pendeta tua itu mengatakan jabatan ketua ini harus dipegang oleh seorang tokoh pandai dan bijaksana, yang memiliki nama baik dan pengaruh besar. Sekarang kita telah mendapatkan pilihan yang tepat dan sesuai dengan syarat tersebut, yaitu Mahabiksu Fangzheng. Memangnya kau berani menyangkal Beliau tidak memenuhi syarat-syarat itu? Aduh, coba jawab kalau kau ingin kami sikat lebih dulu. Enam Dewa Lembah Persik akan melabrak siapa saja yang berani menyangkal Mahabiksu Fangzheng bahwa Beliau tidak memenuhi syarat-syarat itu.”
Dewa Dahan Persik menambahkan, “Mahabiksu Fangzheng sudah menjadi ketua Perguruan Shaolin selama puluhan tahun. Lantas, kenapa Beliau tidak boleh menjadi ketua Partai Lima Gunung? Apakah menurut kalian kedudukan Shaolin lebih rendah daripada Lima Gunung? Hanya orang gila yang tidak bisa menerima Mahabiksu Fangzheng sebagai ketua.”
Mendengar itu Pendeta Yujizi dari Taishan menanggapi, “Mahabiksu Fangzheng memang seorang tokoh yang harus dihormati oleh siapa pun juga. Tetapi yang kita pilih sekarang adalah ketua Partai Lima Gunung, sedangkan Mahabiksu Fangzheng adalah tamu kehormatan, mana boleh Beliau diikutsertakan dalam urusan ini?”
Dewa Dahan Persik balas bertanya, “Jadi maksudmu, Mahabiksu Fangzheng tidak dapat dipilih menjadi ketua karena Biara Shaolin kau anggap tak ada sangkut pautnya dengan Partai Lima Gunung, begitu?”
“Benar,” jawab Yujizi.
Dewa Dahan Persik menyahut, “Mengapa Perguruan Shaolin tidak punya sangkut paut dengan Partai Lima Gunung? Aku justru mengatakan sangat besar sangkut pautnya! Coba katakan, Partai Lima Gunung terdiri dari lima perguruan apa?”
“Ah, Saudara ini sudah tahu sengaja bertanya,” ujar Yujizi. “Partai Lima Gunung jelas terdiri dari Perguruan Songshan, Henshan, Taishan, Hengshan, dan Huashan.”
“Salah, salah besar!” sahut Dewa Bunga Persik dan Dewa Buah Persik bersamaan. “Tadi Zuo Lengchan telah menyatakan bahwa setelah Serikat Pedang Lima Gunung dilebur, maka nama Perguruan Taishan, Songshan dan lainnya tidak lagi ada. Tapi mengapa sekarang kau menyebut lagi nama-nama kelima perguruan itu?”
Dewa Daun Persik menyambung, “Ini tandanya dia tidak pernah melupakan golongannya sendiri. Begitu ada kesempatan tentu dia akan menegakkan kembali kebesaran Perguruan Taishan.”
Para hadirin banyak yang tertawa geli. Bagi mereka, Enam Dewa Lembah Persik tampaknya suka seenaknya, tapi asalkan ada lawan sedikit salah bicara segera didebat oleh mereka sampai mati kutu.
Maklum saja, sejak mulai dapat berbicara Enam Dewa Lembah Persik sudah gemar berdebat dan bantah-membantah di antara sesama saudara. Selama puluhan tahun pekerjaan mereka hanya berdebat melulu. Kini keenam kepala digunakan sekaligus, enam mulut pun terbuka bersama, tentu orang lain kewalahan menghadapi mereka semua.
Yujizi tampak tersipu malu oleh bantahan Enam Dewa Lembah Persik tadi. Terpaksa ia berkata, “Huh, Partai Lima Gunung punya enam anggota istimewa seperti kalian, sungguh sial!”
Dewa Bunga Persik langsung menanggapi, “Apa? Kau bilang Partai Lima Gunung sungguh sial? Itu artinya kau tidak ingin bergabung dengan Partai Lima Gunung?”
Dewa Buah Persik menyambung, “Partai Lima Gunung baru saja didirikan pada hari pertama ini sudah kau sumpahi dengan ucapan sial. Padahal kita semua mengharapkan Partai Lima Gunung akan berkembang dan berjaya di dunia persilatan, Pendeta Yuji, mengapa hatimu begitu jahat dan suka menyumpahi?”
“Benar, itu membuktikan Pendeta Yuji menghendaki kegagalan pendirian Partai Lima Gunung kita. Badannya ada di dalam Partai Lima Gunung, tapi hatinya masih merindukan Taishan. Mana boleh kita mengampuni orang yang punya maksud jahat seperti ini? Dia tidak boleh berada di dalam partai kita.” ujar Dewa Daun Persik.
Pada umumnya kaum persilatan memang sangat benci pada kata-kata yang bersifat menyumpahi. Karena itu, banyak di antara hadirin yang sepaham dengan Enam Dewa Lembah Persik lantas menganggap Yujizi memang tidak pantas mengatakan Partai Lima Gunung sial pada hari pertama ini. Zuo Lengchan sendiri kurang suka dengan ucapan Yujizi tadi. Namun ia sadar sekutunya itu sedang terdesak dan salah bicara.
Rupanya Yujizi merasa telah telanjur salah bicara. Ia menjadi bungkam dengan penuh rasa jengkel.
Segera Dewa Dahan Persik berseru, “Kami mengatakan Perguruan Shaolin besar sangkut pautnya dengan Gunung Songshan, tapi Pendeta Yuji justru bilang tiada sangkut pautnya. Sebenarnya bagaimana? Kau yang salah atau kami yang betul?”
Dewa Dahan Persik berkata, “Aku berkata Perguruan Shaolin dan Songshan ada sangkut pautnya, tapi Pendeta Yuji mengatakan tidak. Mana yang benar, ada sangkut pautnya atau tidak?”
Yujizi menjawab gemas, “Kalau kau suka mengatakan ada sangkut pautnya, maka anggap saja kau yang benar.”
“Hahaha, segala urusan di dunia ini memang tidak bisa mengingkari satu hal, yaitu kebenaran,” kata Dewa Dahan Persik. “Coba katakan, Biara Shaolin terletak di gunung mana, dan Perguruan Songshan terletak di gunung mana?”
Dewa bunga Persik menjawab, “Biara Shaolin terletak di Gunung Shaoshi dan Perguruan Songshan terletak di Gunung Taishi, keduanya sama-sama berada dalam lingkungan Pegunungan Songshan, betul tidak? Lantas, kenapa Pendeta Yuji mengatakan Perguruan Shaolin tidak punya sangkut paut dengan Perguruan Songshan?”
Kata-kata ini jelas benar dan bukan akal-akalan. Mau tidak mau para hadirin mengangguk-angguk setuju.
Dewa Ranting Persik menyambung kembali, “Tuan Yue telah mengatakan bahwa setelah peleburan ini, kelak akan banyak berurang pertentangan di antara sesama kaum persilatan. Maka itu Beliau menyetujui peleburan Serikat Pedang Lima Gunung. Beliau mengatakan pula bahwa yang ilmu silatnya mendekati satu sama lain atau yang tempatnya berdekatan sebaiknya saling gabung. Bicara tentang tempat yang berdekatan kukira hanya Perguruan Shaolin dan Songshan yang sama-sama terletak di lingkungan pegunungan yang sama. Kalau Perguruan Shaolin dan Songshan tidak bergabung, maka apa yang dikatakan Tuan Yue tadi bukankah seperti… seperti kentut belaka?”
Kali ini para hadirin tertawa namun tidak berani keras-keras. Mendengar itu Linghu Chong berpikir, “Benar-benar aneh. Mengapa sejak tadi kata-kata Enam Dewa Lembah Persik selalu tepat sasaran? Sebenarnya, siapakah orang pintar yang berada di balik mereka ini?”
Dewa Akar Persik berkata, “Mahabiksu Fangzheng adalah tokoh pilihan. Maka jika terjadi penggabungan antara Perguruan Shaolin dan Songshan, lalu sama-sama dilebur pula ke dalam Partai Lima Gunung, maka kami Enam Dewa Lembah Persik yang pertama-tama tunduk kepada Beliau dan taat kepada Beliau sebagai ketua. Memangnya ada di antara para hadirin yang tidak mau tunduk?”
“Jika ada yang tidak tunduk, silakan tampil ke muka dan boleh mencoba adu tenaga dengan kami, Enam Dewa Lembah Persik,” sambung Dewa Bunga Persik. “Bila dapat mengalahkan Enam Dewa Lembah Persik, baru kemudian silakan coba-coba dengan Mahabiksu Fangzheng. Kalau Mahabiksu Fangzheng juga dikalahkan, masih ada jago-jago Biara Shaolin yang lain seperti para biksu sakti dari Balai Damo, Balai Louhan, dan sebagainya. Bila tokoh-tokoh simpanan Biara Shaolin itu juga kalah, maka silakan bertanding pula dengan Pendeta Chongxu dari Perguruan Wudang…”
“Lho, kenapa Pendeta Chongxu dari Perguruan Wudang kau bawa-bawa, Saudaraku?” tanya Dewa Buah Persik.
“Ketua Perguruan Wudang dan Shaolin bukankah sepasang sahabat karib yang berhubungan erat?” ujar Dewa Bunga Persik. “Kalau Perguruan Shaolin dikalahkan orang, mustahil Pendeta Chongxu dari Wudang hanya berpangku tangan saja?”
“Benar sekali, benar sekali,” sahut Dewa Daun Persik. “Kalau Pendeta Chongxu juga kalah, maka silakan bertanding melawan Enam Dewa Lembah Persik.”
Dewa Akar Persik berkata, “Hei, pertandingan melawan kita Enam Dewa Lembah Persik bukankah sudah dilakukan tadi, kenapa diulangi?”
Dewa Daun Persik menjawab, “Tadi memang sudah. Tapi kita hanya kalah satu kali apa lantas menyerah begitu saja? Tentu saja kita masih harus melabrak si keparat itu mati-matian sampai akhir zaman.”
Kembali terdengar suara gelak tawa para hadirin riuh rendah bergemuruh, bahkan ada yang bersuit pula.
Yujizi semakin gusar dibuatnya. Ia melompat maju dengan pedang di tangan. “Hei, Enam Siluman Lembah Persik, aku Yujizi yang pertama-tama tidak tunduk dan hendak mencoba kemampuan kalian!”
Dewa Akar Persik menjawab, “Ah, kita ini sama-sama orang Partai Lima Gunung. Bila berkelahi bukankah hanya akan saling bunuh-membunuh?”
“Jangan banyak bicara! Dewa benci dan setan jijik dengan ocehan kalian,” kata Yujizi. “Jika kalian dilenyapkan dari Partai Lima Gunung tentu suasana akan menjadi aman dan tenteram.”
“Hei, hei, mengapa timbul nafsu membunuh dalam dirimu, dan kau ingin membinasakan kami berenam?” kata Dewa Dahan Persik.
Yujizi mendengus tanpa menjawab, seakan-akan membenarkan pertanyaan itu.
Dewa Ranting Persik berkata, “Hari ini Partai Lima Gunung baru saja diresmikan dan kau sudah berniat membunuh kami berenam dari Henshan. Lantas, bagaimana kita dapat bekerja sama pada waktu-waktu yang akan datang?”
Yujizi merasa perkataan ini ada benarnya juga. Jika ia membunuh keenam orang itu, maka orang-orang Henshan lainnya tentu akan menuntut balas. Maka, ia pun menarik napas menahan marah, lalu berkata, “Jika kalian sudah tahu perlu adanya kerja sama yang baik, maka ocehan-ocehan kalian yang mengganggu urusan mahapenting ini hendaknya jangan diulangi lagi.” Usai berkata demikian ia lantas menggantungkan kembali pedangnya di pinggang.
Dewa Daun Persik bertanya, “Tapi bagaimana kalau ucapan-ucapan kami bermanfaat untuk masa depan Partai Lima Gunung dan kaum persilatan pada umumnya?”
Yujizi mencibir, “Huh, rasanya kalian tidak akan mungkin mengemukakan ucapan-ucapan baik dan bermanfaat.”
Dewa Bunga Persik menyahut, “Apakah membicarakan siapa yang pantas menjadi ketua Partai Lima Gunung bukan masalah penting bagi kita dan kaum persilatan pada umumnya? Dari tadi kami telah menyarankan seorang tokoh terkemuka dan berpengaruh besar untuk menjadi ketua tapi kau malah tidak setuju. Kau ini terlalu mementingkan diri sendiri dan mati-matian mendukung calonmu yang telah memberi uang suap sebanyak tiga ribu tahil emas dan empat perempuan cantik kepadamu itu.”
Yujizi menjadi gusar dan berteriak, “Omong kosong! Siapa pula yang pernah memberi tiga ribu tahil emas dan empat perempuan cantik kepadaku?”
Dewa Bunga Persik menjawab. “Hei, aku salah bicara ya? Mungkin aku salah menyebut jumlahnya. Bisa jadi kalau bukan tiga ribu tahil tentu empat ribu tahil. Kalau bukan empat perempuan cantik tentu tiga atau lima. Siapa yang memberikannya kepadamu mana mungkin kau sendiri tidak tahu dan berpura-pura tanya? Siapa calon ketuamu, dia itulah yang telah menyuapmu.”
Yujizi melolos kembali pedangnya dan membentak, “Jika kau mengoceh lagi, maka akan segera kubuat kau mandi darah di sini!”
(Bersambung)
Bagian 67 ; Bagian 68 ; Bagian 69